KARAWANG KOTA URBAN BARU

SEBUAH PERGULATAN SENI DAN BUDAYA TRADISIONAL

DALAM WAJAN INDUSTRIALISASI

Pesatnya pertumbuhan industri di Kab.Karawang sejak diterbitkannya Keppres Nomor 53 tahun 1989 tentang Pengembangan Kawasan Industri, Kabupaten Karawang telah ditetapkan sebagai daerah pengembangan kawasan industri. Jumlah industri pada tahun 2005 mencapai 503 unit, terdiri atas PMA 249 unit, PMDN 181 unit dan non fasilitas 73 unit. Jenis produk perusahaan tersebut di atas terdiri atas elektronika, otomotif dan logam, tekstil, kimia, pakaian jadi/konveksi, makanan dan minuman, furnitur serta aneka industri lainnya.Sektor industri di Kabupaten Karawang merupakan industri non migas. Peruntukkan lahan yang digunakan oleh kawasan industri, kota industri dan zona industri, meliputi : kawasan indusri seluas 5.837,5 Ha sudah terbangun seluas 2.250 Ha dengan jumlah pabrik sebanyak 124 unit; kota industri seluas 8.100 Ha sudah terbangun 2.442,8 Ha dengan jumlah pabrik sebanyak 223 unit dan cadangan industri seluas 7.100 Ha (sumber: BPS Karawang 2007).

Dari fakta dan data diatas kini karawang telah menjelma menjadi kota urban yang memiliki keragaman budaya yang kompleks (divergence of culture) ini merupakan imbas langsung dari perubahan perilaku budaya masyarakat karawang dari pola budaya agraris/pertanian menjadi pola budaya industri kapitalis. Telah terjadi “perang” hegemoni budaya dalam peta kehidupan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung, sehinga efek “ter-alienasi-nya” seni dan budaya tradisional didalam khazanah modernisme karawang  kian memprihatinkan.

Di sisi lain kemajemukan budaya dapat menjadi modal dasar dalam proses pembangunan karakter dan jati diri budaya dalam masyarakat urban karawang, seperti terjadinya proses asimilasi/persilangan budaya melalui resapan sosial yang terus berkembang secara dinamis, baik dalam strata sosial maupun strata ekonomi. Perubahan sosial (social exchange) dalam keragaman latar belakang dan corak budaya serta gaya hidup (life style) yang di bawa oleh pendatang atau kelompok migran (pencari kerja) langsung berinteraksi dengan hegemoni budaya setempat yang telah lama eksis yaitu budaya pertanian (agraris).

Sikap terbuka dan menerima dari masuknya hegemoni budaya dan gaya hidup dari luar, tentunya akan sangat menentukan dari berkembangnya keragaman budaya yang akan memperkaya khazanah kebudayaan di kota karawang. Akan tetapi disisi lain perkembangan budaya karawang yang telah dulu eksis akan “tersisihkan” secara perlahan karena masuknya budaya “baru” dari luar yang mendistorsi secara sporadis sehingga memunculkan kelompok sosial yang menepi ke pinggiran kota (suburbanite) kemudian wilayah kota di dominasi oleh kelompok sosial baru yang menguasai secara ekonomi.

Mempertahankan seni dan tradisi sebagai produk budaya yang telah menjadi milik bersama masyarakat karawang secara turun-temurun (common heritage) tentu tidaklah mudah dalam arena yang semakin heterogen dan kompleks, apalagi di era industri seperti yang terjadi di karawang saat ini. Di butuhkan konsep dan pengkajian serta telaah yang mendalam dan komprehensif!

Situasinya memang memprihatinkan!, tidak sedikit seni tradisional yang sudah menghilang dan ada beberapa yang  mampu bertahan dengan kondisi “mati suri”. Dibutuhkan solusi yang mampu menumbuhkembangkan produk budaya secara berkesinambungan dan perlu diingat salah satu identitas diri dari sebuah wilayah adalah seni dan budayanya!.

Menyikapi arah perubahan yang tidak seimbang ini tentunya membutuhkan penanganan dari semua pihak dalam memacu akselerasi pola budaya yang selalu komit, konsisten dan peduli bagi tumbuh dan berkembangnya seni dan budaya karawang yang kelak menjadi tuan di rumah sendiri.

Tinjauan secara holistik dalam menumbuh-kembangkan kebudayaan tradisional dibutuhkan penanganan khusus, yaitu melalui jalur-jalur fundamental yang meliputi sarana dan prasarana penunjang seperti : gedung kesenian dan kebudayaan, kegiatan-kegiatan kesenian serta pelatihan sumberdaya kesenian, juga menciptakan iklim yang kondusif dalam khasanah budaya melalui  forum kajian seni dan budaya yang akan memberikan ruang untuk berlangsungnya proses interaksi dan apresiasi terhadap seni dan budaya tradisional.

Selain itu juga dibutuhkan lahir dan munculnya agen-agen perubahan (agent of change) dari komunitas dan lembaga swadaya masyarakat didalam mengkomunikasikan arah perubahan secara intensif dan swaguna bagi tumbuh dan berkembangnya seni dan budaya tradisional karawang.. Sehingga baik seniman maupun pendukung kesenian tradisional mampu bersaing dalam peta dinamika sosial yang terus menggerus eksistensi seni dan budaya tradisional.

Spirit untuk bersatu dalam keberagaman harus melandasi setiap gerak perubahan budaya didalam eksistensinya!, semangat tersebut merupakan hal positif didalam proses pembangunan jati diri dan karakter budaya karawang, kita harus siap dengan perubahan yang ekstrim menghadapi globalisasi informasi yang massive yang menghasilkan gaya hidup materialistik dan cenderung membuat sekat-sekat dalam ruang publik.

Munculnya komunitas-komunitas atau sosial grup harus disikapi dengan keterbukaan dan saling toleransi didalam berkomunikasi secara horisontal sehingga menjauhkan dari munculnya gesekan sosial yang akan memicu bangkitnya etnosentrisme didalam struktur bangunan sosial dan budaya karawang.

Meninjau kembali ruang-ruang seni dan budaya yang secara konkret memberikan kontribusi terhadap perkembangan pembangunan watak dan jatidiri karawang menuju kea rah yang lebih baik dan maju, dengan mengoptimalkan peranannya didalam lingkaran sosial secara terintegrasi.

Tidak dapat dipungkiri bahwasannya perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat, telah jauh meninggalkan  ranah pemikiran “tradisional” dan kolot, akan tetapi mempertahankan seni dan budaya dalam kekeinian menjadi tantangan tersendiri ketika pesan-pesan moral yang telah kering dalam perikehidupan menjadi oase yang akan mampu menjawab tantangan dalam membangun karawang menuju yang lebih baik.

Eka Priadi Kusumah